Tentang Aminah Yang Kucinta....
Bertemu dengan Aminah kembali, rasanya membuat nafas memburu, batin bergoncang dan dahi tak rapi lurus. Dia adalah perempuan dari masa lalu, masa kini, dan entah di masa mana lagi. Perempuan yang agak kolot dalam soal nilai dan peradaban perilaku sekaligus tak pernah mau ketinggalan kencangnya lari zaman meski serba sedikit. Perempuan yang banyak hidup dengan masa lalu namun senang sekali mengamati lalu waktu dengan segala konsekuensinya. Perpaduan yang melelahkan dan tak heran membuat dirinya menjadi sosok amat keras juga sering melankolis.
Aminah yang kukenal, pernah punya obsesi. Mau jadi perempuan mandiri dalam kematerian dengan tak keberatan keringat mengucur deras yang malah membanggakannya. Kematerian yang mampu membuatnya seakan menggendong seluruh tubuh berkepala dalam trahnya laksana kekuatan Werkudara. Itu karena lecutan sang ibu yang tak mampu wujudkan mimpinya sendiri dan menurunkannya hingga habis pada Aminah. Obsesi yang membuat Aminah pusing karena jalan hidupnya berkata lain. Oh, dia senang dengan hidupnya, jangan ragukan itu. Aminah cuma merasa punya hutang yang tak lunas.
Kegemarannya sebagai pengamat detik waktu dan polah tingkah, kegemarannya berbincang dengan generasi lebih lampau, berbuah manfaat. Aminah mampu mengangguk akhirnya ketika sadar hutangnya mungkin memang tidak untuk dilunasi. Dipajangnya surat hutang itu dalam dinding hati sebagai pengingat bagaimana cepatnya dulu dia melangkah dan berlari. Kini dia hanya berjalan, duduk dan menemani sang bibit dengan segala petuah dari referensinya sendiri.
Aminah pernah mengangguk. Begitukan? Untuk hutangnya tadi, yang tak lunas. Tapi selesaikah dengan anggukan? Kalau ini ditanyakan padanya, pasti dia ragu. Tidak sepenuhnya selesai dengan mengangguk, tapi setidaknya berhasil meredam goncangan emosi. Dia menerima. Bahkan ketika bersama burung, angin, atau daun yang terbang menyertai hari-harinya belakangan ini dan membawa pulang sesuatu di paruh, hembusan dan tapaknya. Tapi begitulah sifat sebuah hiasan pajangan. Selalu siap untuk ditatap, dinikmati sebgai penyegar suasana dan pengingat untuk tidak mudah luruh. Mungkin berguna di waktu nanti.
Aminah tertawa. Aku jadi ikut tertawa melihatnya begitu. Sebab ketika dia tertawa, semua jadi segar. Sebab bagi banyak orang dia memang sulit diterima. Dan dia tak mudah meski tak begitu sulit juga menerima orang. Sebab dia tertawa hanya jika merasa nyaman. Maka tawanya tak pernah basa basi. Jika ingin basa basi, dia pilih hanya tersenyum. Pasti, dia masih hutang. Pasti juga masih menyimpan dendam kemanusiaan ketika perempuan yang melahirkannya pernah tersakiti oleh mulut tak berguna. Makanya dia duduk di sini agar tak perlu melakukan yang tak perlu. Duduk saja yang bisa membuatnya frustrasi. Tapi hutang masa muda tadi, membuatnya tetap hidup dalam semangat dan bijaknya sendiri. Membuatnya tak perlu mati dulu. Membuatnya mencari jalan untuk tetap tertawa.
Aminah adalah kesayanganku, dan hanya aku yang mencintai dia..............
Aminah yang kukenal, pernah punya obsesi. Mau jadi perempuan mandiri dalam kematerian dengan tak keberatan keringat mengucur deras yang malah membanggakannya. Kematerian yang mampu membuatnya seakan menggendong seluruh tubuh berkepala dalam trahnya laksana kekuatan Werkudara. Itu karena lecutan sang ibu yang tak mampu wujudkan mimpinya sendiri dan menurunkannya hingga habis pada Aminah. Obsesi yang membuat Aminah pusing karena jalan hidupnya berkata lain. Oh, dia senang dengan hidupnya, jangan ragukan itu. Aminah cuma merasa punya hutang yang tak lunas.
Kegemarannya sebagai pengamat detik waktu dan polah tingkah, kegemarannya berbincang dengan generasi lebih lampau, berbuah manfaat. Aminah mampu mengangguk akhirnya ketika sadar hutangnya mungkin memang tidak untuk dilunasi. Dipajangnya surat hutang itu dalam dinding hati sebagai pengingat bagaimana cepatnya dulu dia melangkah dan berlari. Kini dia hanya berjalan, duduk dan menemani sang bibit dengan segala petuah dari referensinya sendiri.
Aminah pernah mengangguk. Begitukan? Untuk hutangnya tadi, yang tak lunas. Tapi selesaikah dengan anggukan? Kalau ini ditanyakan padanya, pasti dia ragu. Tidak sepenuhnya selesai dengan mengangguk, tapi setidaknya berhasil meredam goncangan emosi. Dia menerima. Bahkan ketika bersama burung, angin, atau daun yang terbang menyertai hari-harinya belakangan ini dan membawa pulang sesuatu di paruh, hembusan dan tapaknya. Tapi begitulah sifat sebuah hiasan pajangan. Selalu siap untuk ditatap, dinikmati sebgai penyegar suasana dan pengingat untuk tidak mudah luruh. Mungkin berguna di waktu nanti.
Aminah tertawa. Aku jadi ikut tertawa melihatnya begitu. Sebab ketika dia tertawa, semua jadi segar. Sebab bagi banyak orang dia memang sulit diterima. Dan dia tak mudah meski tak begitu sulit juga menerima orang. Sebab dia tertawa hanya jika merasa nyaman. Maka tawanya tak pernah basa basi. Jika ingin basa basi, dia pilih hanya tersenyum. Pasti, dia masih hutang. Pasti juga masih menyimpan dendam kemanusiaan ketika perempuan yang melahirkannya pernah tersakiti oleh mulut tak berguna. Makanya dia duduk di sini agar tak perlu melakukan yang tak perlu. Duduk saja yang bisa membuatnya frustrasi. Tapi hutang masa muda tadi, membuatnya tetap hidup dalam semangat dan bijaknya sendiri. Membuatnya tak perlu mati dulu. Membuatnya mencari jalan untuk tetap tertawa.
Aminah adalah kesayanganku, dan hanya aku yang mencintai dia..............
Labels: Omong Kosong
sepertinya memang wanita yg pantas dicintai..
kenalin donk nek ama aminah....
aminah...keren bu, yang ini....
iya jeung... kenalin sama aminah donk...
btw tokoh aminah ini nyata atau fiksi. tapi kalau nyata kok labelnya omong kosong. kalau fiksi kok kayak beneran ada...
jadi mikir hutang gak selalu bikin frustasi ya
sapa tuh aminah?...kenalin dunk
"Kini dia hanya berjalan, duduk dan menemani sang bibit dengan segala petuah dari referensinya sendiri"
Setelah lelah jadi "werkudara", sudah sepantasnya Aminah "pensiun"...
Aminah, sosok perempuan yang luar biasa... Kekuatannya ada pada dirinya sendiri, utk tetap bertahan.
aminah ada fotonya ? ^_^
meksake kalau memang benar hanya sampeyan yang meninctainya :(
barisan kata yang indah, menggambarkan sosok aminah sebagai sosok yang benar2 patut diteladani,tak heran mata saya pun ikut berkaca2 ketika membacanya...
*de, amin...
*innuendo, ntar ye....
*venus, ooh..aminah pake stylist skrg..hihihi
*mata, bingung ya Ta?
*kenny, hutang apa dulu...hhahaha
*wieda, kapan2 ya...hihihi
*isnuansa, aminah gak perlu pensiun krn jadi werkudara cuma impian
*iko, iya begitu kayaknya...mudah2an..
*ely, foto? jangan deh...dia gakpapa kok jeng meski cuma aku yg cinta...
*tia, bener tuh jeng? berkaca? OMG...
Aminah si pembawa Amanah :D
klo cowo siapa ya yg sprt Aminah..
sopo kui?? khok hanya dirimu yu yang mencintai???
Kayaknya Aminah ini orang yang punya kesan tersendiri. Konco lawas yo mbak, apa malah sedulur?
oh aminah...!!!
pa kabar ndang?
sehat toh?
sinten niki bu? kulo mboten ngertosipun.
*ale, waduh...aku gak tau nih Le..
*mei, mungkin krn aku begitu mencintai dia mei.....jadi rasanya hanya aku yg cinta dia.
*mufti, ada deeeh......hehehe
*elly, kabarku baik Elly...
*fitri, someday kukenalkan..
»
Post a Comment